PLAGIARISME
Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.[1] Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator.
Pelanggaran hak cipata dalam berbahasa tulis dapat dibuktikan melalaui pengabaian atau penghilangan identitas sumber pesan dalam tulisan sehingga tulisan tersebut seolah-olah menjadi milik penulis padahal bukan. Karena pesan tersebut milik sumber atau orang lain (kutipan). Pengabaian atau penghilangan sumber kutipan tersebut diakibatka oleh kekhilafan (kelalaian) dan kesengajaan. Kekhilafan adalah pelanggaran hak cipta (kutipan) diakibatkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis atau kecerobohan penulis dalam tata cara (teknik) pengutipan sumber sehingga terjadi pelanggaran hak cipta. Sedangkan kesengajaan diakibatkan bukan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis atau tata cara penulis dalam tata cara pengutipan sumber melainkan penulis sengaja menghilangkan atau mengabaikan sumber secara sadar sehingga terjadi pelanggaran hak cipta. Pelanggaran tersebut dapat diidentifikasi melalaui hasil tulisan yang sudah di publikasikan.
Pembaca memiliki hak untuk membuat justifikasi terhadap pesan (isi) dalam sebuah tulisan. Setelah sebuah tulisan dibaca, pembaca memiliki hak untuk membuat keputusan perihal ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh penulis. Melalui tata cara penulisan, pembaca dapat menentukan bukti pelanggaran hak cipta tersebut. Oleh karena itu, pembaca dapat dipandang sebagai penyebab ada atau tidak ada plagiarisme. Selama pembaca tidak membuat justifikasi terhadap pesan (isi) tulisan maka pelanggaran hak ciptapun tidak akan ada, sehingga plagiarisme tidak akan terjadi.
Plagiarisme dapat dihindari melalui pendidikan. Ingat bahwa pendidikan memiliki fungsi utama sebagai konservasi budaya dan kreasi budaya. Melalui pendidikan, cipta, karsa dan karya manusia dapat dikendalikan.
Proses pembelajaran merupakan sebuah model pengujian plagiarisme. Guru maupun siswa yang ada dalam proses pembelajaran dapat memerankan tokoh pembaca dan penulis. Dengan peran tokoh tersebut, guru maupun siswa dapat melakukan justifikasi terhadap pelanggaran hak cipta melalui hasil tulisan atau sumber bacaan. Setiap pesan yang terdapat dalam tulisan atau sumber tersebut dapat diverifikasi ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta. Guru memiliki peran utama untuk memerankan tokoh tersebut sehingga tulisan atau bacaan yang digunakan oleh guru harus sudah tidak memiliki indikasi pelanggaran hak cipta. Guru selalu menyebutkan sumber kutipan dalam bertindak, tutur maupun dalam tulisan. Sehingga pelanggaran hak cipta dapat dihindari.
Selain itu guru dapat membiasakan siswa bebas dari plagiarisme. Ketika siswa belajar membaca maupun menulis, siswa dibiasakan untuk menolak pelanggaran hak cipta. Ketika siswa belajar membaca, siswa dibiasakan untuk menjustifikasi setiap sumber bacaan ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta. Demikian juga pada saat siswa belajar menulis, siswa tidak melakukan pelanggaran hak cipta tersebut. Siswa juga dibiasakan pada saat bertindak tutur untuk tidak melakukan pelanggaran hak cipta. Siswa dibiasakan untuk menyebutkan atau menuliskan sumber kutipan.
LINK:
link: http://cahyaintanp.wordpress.com/2013/09/25/pti-syarat-etika-dalam-publikasi-online/
Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri.[1] Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan, pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator.
Pelanggaran hak cipata dalam berbahasa tulis dapat dibuktikan melalaui pengabaian atau penghilangan identitas sumber pesan dalam tulisan sehingga tulisan tersebut seolah-olah menjadi milik penulis padahal bukan. Karena pesan tersebut milik sumber atau orang lain (kutipan). Pengabaian atau penghilangan sumber kutipan tersebut diakibatka oleh kekhilafan (kelalaian) dan kesengajaan. Kekhilafan adalah pelanggaran hak cipta (kutipan) diakibatkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis atau kecerobohan penulis dalam tata cara (teknik) pengutipan sumber sehingga terjadi pelanggaran hak cipta. Sedangkan kesengajaan diakibatkan bukan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis atau tata cara penulis dalam tata cara pengutipan sumber melainkan penulis sengaja menghilangkan atau mengabaikan sumber secara sadar sehingga terjadi pelanggaran hak cipta. Pelanggaran tersebut dapat diidentifikasi melalaui hasil tulisan yang sudah di publikasikan.
Pembaca memiliki hak untuk membuat justifikasi terhadap pesan (isi) dalam sebuah tulisan. Setelah sebuah tulisan dibaca, pembaca memiliki hak untuk membuat keputusan perihal ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh penulis. Melalui tata cara penulisan, pembaca dapat menentukan bukti pelanggaran hak cipta tersebut. Oleh karena itu, pembaca dapat dipandang sebagai penyebab ada atau tidak ada plagiarisme. Selama pembaca tidak membuat justifikasi terhadap pesan (isi) tulisan maka pelanggaran hak ciptapun tidak akan ada, sehingga plagiarisme tidak akan terjadi.
Plagiarisme dapat dihindari melalui pendidikan. Ingat bahwa pendidikan memiliki fungsi utama sebagai konservasi budaya dan kreasi budaya. Melalui pendidikan, cipta, karsa dan karya manusia dapat dikendalikan.
Proses pembelajaran merupakan sebuah model pengujian plagiarisme. Guru maupun siswa yang ada dalam proses pembelajaran dapat memerankan tokoh pembaca dan penulis. Dengan peran tokoh tersebut, guru maupun siswa dapat melakukan justifikasi terhadap pelanggaran hak cipta melalui hasil tulisan atau sumber bacaan. Setiap pesan yang terdapat dalam tulisan atau sumber tersebut dapat diverifikasi ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta. Guru memiliki peran utama untuk memerankan tokoh tersebut sehingga tulisan atau bacaan yang digunakan oleh guru harus sudah tidak memiliki indikasi pelanggaran hak cipta. Guru selalu menyebutkan sumber kutipan dalam bertindak, tutur maupun dalam tulisan. Sehingga pelanggaran hak cipta dapat dihindari.
Selain itu guru dapat membiasakan siswa bebas dari plagiarisme. Ketika siswa belajar membaca maupun menulis, siswa dibiasakan untuk menolak pelanggaran hak cipta. Ketika siswa belajar membaca, siswa dibiasakan untuk menjustifikasi setiap sumber bacaan ada atau tidak ada pelanggaran hak cipta. Demikian juga pada saat siswa belajar menulis, siswa tidak melakukan pelanggaran hak cipta tersebut. Siswa juga dibiasakan pada saat bertindak tutur untuk tidak melakukan pelanggaran hak cipta. Siswa dibiasakan untuk menyebutkan atau menuliskan sumber kutipan.
LINK:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar